“Hey, kalo ngomong di jaga. !!” Begitu sakitnya hatiku ketika tahu ayahku menjadi bahan ejekan oleh mereka
“Kenapa. ? ngerasa kamu. ?” Sambil tersenyum penuh kemenangan mereka balik mengejekku.
“Apa sih mau kamu. ?”
“Hhahaha, dasar anak pemabuk, penjudi, tukang korupsi lagi. Gak malu sekolah di sini. ?”
Sontak daraku seakan berhenti mengalir.
‘Ya.Allah, cobaan apa lagii. ?’ Sekuat tenaga aku membendung tangisku yang sambut oleh ledakan tawa teman-temanku.
Aku terus berlari melewati koridor sekolah, dengan tangisan yang semerbak aku terus berlari. Ya ! badanku sekarang seakan mendapat pukulan godam.
‘Ibuuu, aku membutuhkanmu’. Sepanjang perjalanan yang ku ucap hanya kata itu.
“Hey awas-awas, ada anak tukang korupsi lewat. Hahaha” Begitulah kata-kata yang keluar dari mulut teman-temanku ketika aku berjalan ke arahnya.
‘Tuhann, aku mohon kepadamu. Sudahi lakon ini’.
Aku yang memutuskan untuk pulang cepat, bergegas mengambil tas dan pergi dari orang-orang yang menurutku membosankan dan tak tahu etitude.
***
Di depan rumah, kulihat ibuku menyiram bunga. Aku tak ingin ibuku mengetahui ini, tapi aku sudah tidak kuat menahannya. Dengan mata sembab aku menghampirinya, seraya mencium tanganya.
“Wit, kamu kenapa sayang. ?” Tanya ibuku yang mengetahui aku menangis.
“Ibuu, boleh aku pindah sekolah. ?” Mungkin pintaku sangat konyol.
“Sayang, uang apa yang kita pakai. ? harta kita sudah habis karna ulah ayahmu, kamu tau sendiri kan nak. ? toh, habis ini kamu ujian” Kulihat wajah ibuku yang memucat karna beban pikiran yg ia pikul. Ya ! karna siapa lagi kalau bukan karna ayah.
Aku mengangguk pelan, seraya pasrah dengan konsekuensi yang akan aku terima besok-besok pada sekolahku, terlebih pada teman-temanku.
Bergegas aku memeluk ibuku dan pergi ke kamarku yang sudah tak seluas dulu.
***
Begitulah keadaanku yang sekarang, karena ayahku juga aku menjadi begini. Dia dulu adalah seorang pejabat, tapi 6 bulan yang lalu ayahku tertangkap karna berjudi dan mabuk-mabukan. Sehingga namanya tercoreng dari daftar anggota DPR. Dan entah cobaan apa lagi, 2 bulan setelah itu ayahku di periksa oleh pihak KPK dan positif bahwa ayahku KORUPTOR. Ibuku hanya diam pasrah menghadapi semua ini. Ia hanya berdoa dan berserah diri pada-Nya. Sekarang ayahku meringkuk di balik jeruji besi. Sebenarnya, siapa yang tega melihat ayahnya meringkuk sendiri dibalik penjara. ? begitu pula aku, aku tak tega melihat ayah yang dulu selalu menyayangiku kini namanya terdaftar dalam Lembaga Permasyarakatan.
Tak henti-hentinya aku menangis, tubuhku bergetar hebat ketika aku mengingat semua itu. ‘Ayaahhhh’ jeritku dalam hati. Rasa rinduku padamu tak bertepi, tapi rasa benciku padamu seakan membuncah pada saat itu juga. Seiring dengan sungai kecil yang mengalir pada mataku ketika aku memandang foto seorang lelaki paruh baya yang tergeletak tak jauh dariku
“Sayang, mama tahu. Tapi bagaimana lagi, kamu harus kuat. Meskipun ia pemabuk, penjudi juga koruptor. Ia tetap ayahmu. Tanpanya kamu tak ada di dunia ini. Tanpanya, mungkin kamu tidak akan tumbuh menjadi wanita mandiri seperti saat ini” tutur Ibu yang mengagetkanku. Aku hanya diam seribu bahasa. Ya ! dilema aku saat itu. Di sisi lain aku menyayangi ayahku, dan disisi lain aku juga membencinnya.
Ayahku yang dulu sangat menyayangiku, sangat memperhtikanku hingga aku tumbuh dewasa dan seperti saat ini. Ayah yang sangat sayang padaku dan keluarganya. Hidupku dan keluargaku berubah ketika ayahku mempunyai WIL. Saat aku berumur 16 tahun, aku melihat ayahku menggandeng seorang wanita. Mesra. Ya ! sangat mesra. Hingga suatu hari, ibuku bertengkar hebat yang mengakibatkan ayahku tak pulang selama satu minggu. Semenjak itulah hidupku berubah. Hanya saja ibuku terlalu sabar dengan tingkah ayahku.
“Sudahlah, jangan dipikirkan, semua akan indah pada waktunya sayang” Hibur ibuku yang menurutku adalah orang tersabar sedunia.
“Iya bu, wiwit sayang ibu” Seraya memeluk ibu dan menghapus tangisku.
***
“Kenapa ayah menangis. ?” Tanyaku yang menyadari ayah sedang menangis.
“Ayah sayang sama kamu nak. !”
‘What. ? sayang. ? gak salah. ?’ Berderet kata tanya hadir di otakku.
‘Yang benar saja. ? seandainya ayah sayang padaku, kenapa ia tega melakukan ini semua. Yang berimbas pada keluarganya juga kehidupannya. ?’
“Wit, wiwit juga sayang sama ayah kan. ?” Tanya ayah yang membuayarkan lamunanku.
“Ayah, mana ada anak yang gak sayang sama ayahnya. ? tapi ayah, satu hal yang terbesit di kepalaku. Kenapa ayah dulu begitu. ? ayah sudah tidak sayang pada kita. ?” Entah setan apa yang merasukiku. Hingga membuat aku begitu berani pada ayahku. Dan tanpa terasa, sungai kecil itu pun mengalir lagi. Hingga membuat ayah tak tega melihatku dan memelukku.
“Maafkan ayah sayang, ya. Memang ayah salah, tapi tanpa sadar ayah melakukan itu nak. Ayah tidak tahu apa yang terjadi”
“Lantas. ?” Tanyaku ketus.
“Mungkin susah untuk gadis seumuran mu mengerti apa yang ayah maksudkan” Jawab ayah dengan pasrah.
“Yasudahlah, sekarang mau ayah apa. ?”
“Ayah mau minta maaf atas segala kekhilafan ayah”
Hhmm, rasanya seperti tidak pantas ayah berkata begitu.
“Knapa harus minta maaf. ?” Sepertinya aku memang sedang kerasukan setan yang jahat, hingga bicaraku pada ayah tergolong ketus dan meninggi.
“Sudahlah, tolong sampaikan salam ayah pada ibumu. Bilang bahwa ayah selalu mencintainya. Dan sampaikan salam maaf ayah pada semua, Terutama padamu. Maafkan ayah ya wit” Cecar ayah yang mengakhiri jumpaku dengan ayah.
Dan tanpa menjawab, akupun pergi.
Begitulah suasana Lembaga Permasyarakatan Sidena siang itu. Begitu aneh, aku yang jarang ikut ibu menjenguk ayah, tiba-tiba aku mau menemui ayah. Meskipun ayahku yang memintanya.
***
“Tumben-tumbenan pagi ini mendung banget. ?” Ibuku menggerutu karna ia hendak pergi ke pasar dan tidak jadi karna awan tebal hadir di sela-sela pagi itu.
Aku tak menghiraukan, aku tetap menyapu halaman meski sesekali aku menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di lontarkan beliau.
Tiba-tiba.
“Kriiingg .. Kriiingg” Ponsel.q berbunyi. Kuhentikan kegiatan menyapuku.
“Iya.. Betul.. apaaaaa. ? iya.. baiklah..” Tanpa sadar sungai kecil di sela mataku mengalir.
Tak lama kemudian aku menceritakan semua pada ibu.
“Ibuuuu ..” Aku menyerbu ibuku dan kupeluk ia erat.
“Ibuu, Ayah meninggal di penjara, sekarang jasadnya akan di bawa kesini”
“Apaa. ?” Ibuku lemas tak berdaya.
Sudah ku duga, ibuku akan seperti ini. Dan ayahhh, seuntai kata maaf meluncur dari bibirku.
Tapi lebih dari itu, hatiku seakan bersorak gembira.
Entah setan apa yang ada di diriku saat ini.
***
Hida Rizkiyatul Ula
SMA Negeri 4 Sidoarjo
Email :: hidarizkiya@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar